THE OTHERS (2001)



Bahkan hantu pun mengalami horor...




1. IDE CERITA (4/5)

Kisah yang diusung secara sepintas tidak ada yang istimewa, seorang wanita hidup di sebuah rumah besar dan tua bersama anak-anaknya, dan seperti yang terjadi dalam film-film horor lainnya, rumah itu penuh dengan gangguan dari mereka yang berada di dunia lain. Namun, pada akhir film kita dihantam oleh sebuah twist yang benar-benar menarik. The Others merupakan film yang tidak hanya menyajikan ketegangan dam misteri semata, melainkan juga pendalaman karakter dan liku-liku kisah keluarga Grace Stewart (Nicole Kidman), termasuk hubungan antar mereka yang tinggal di rumah tersebut. Inilah bagaimana sebuah film horor itu diciptakan. Horor tidak melulu terkait dengan penampakan makhluk halus, pembunuh berantai, atau virus yang menyebar. Horor adalah bagaimana kita bisa merasakan perasaan takut sekaligus peduli terhadap para karakter yang terlibat, dan film ini berhasil membuktikannya.

2. PLOT (3,75/5)

Sayangnya, adegan pertama Grace merupakan adegan yang tidak perlu menurut saya. Teriakan di awal yang cukup mengagetkan seolah tidak ada hubungannya dengan film ini. Meski demikian, cerita berlanjut dengan cukup apik dan semakin menarik selama perjalanan menuju puncak film. Ketegangan demi ketegangan ditata dengan cermat. Pengembangan karakter dan pembangunan suasana berjalan pelan dan lancar. Twist yang dihadirkan di akhir film pun sangat menusuk dan secara instan membuat kita bersimpati dan memahami apa yang sebenarnya terjadi sepanjang film, termasuk apa yang sebenarnya tersembunyi di balik sikap mencurigakan para pembantu yang bekerja untuk Grace.

3. AKTING (4/5)

Nicole Kidman menjadi pemeran terbaik versi Goya Awards, Kansas Film Critics, Saturn Awards, dan sebagainya. Ia berhasil meyakinkan kita dengan aktingnya yang memukau. Perhatikan perbedaan sikapnya ketika berhadapan dengan para pelayannya dengan ketika berhadapan dengan anak atau suaminya. Selain Nicole, satu aktor yang berhasil menarik perhatian saya melalui kekuatan aktingnya adalah James Bentley yang berperan sebagai Nicholas, putera Grace. Sosoknya imut, polos, dan selalu ketakutan. James meyakinkan saya bahwa di balik tampang imutnya, terpancar kelenturan akting yang membuat saya berdecak kagum.

4. EFEK AUDIO (3/5)

Tidak ada yang istimewa. Suara-suara yang digunakan memang memperkuat suasana, tapi tidak ada yang istimewa walaupun tidak buruk. Tidak bisa disalahkan juga karena film ini memang tidak terlalu mengumbar audio. Meski demikian, film ini terjebak dengan menggunakan jump scare lewat suara-suara yang tidak bersahabat. Teknik ini memang terbukti efektif di film horor manapun. Akan tetapi, apakah teknik ini benar-benar bisa menghasilkan horor yang bagus? Di beberapa kasus mungkin iya, tapi di film ini tidak demikian.

5. EFEK VISUAL (4,25/5)

Pemilihan lokasi sangat sesuai untuk genre ini, sebuah mansion yang terpencil dengan halaman yang luas dan kabut yang menyelimutinya. Masih belum cukup, semua tirai jendela harus ditutup agar anak-anak Grace dapat terhindar dari sinar matahari. Sinematografernya sangat lihai menggabungkan adegan demi adegan sehingga memunculkan harmonisasi yang suram. Tata kamera juga bagus dengan beberapa kali dipilih sudut pandang yang sangat dramatis (menurut saya). Keputusan sang sutradara (Alejandro Amenabar) untuk menciptakan efek kabut adalah keputusan yang tepat, terutama saat film mencapai menit-menit akhir, yang membuat kita menyimpulkan bahwa kabut yang digunakan adalah pembeda dunia nyata dengan dunia lain. Keputusan lain yang sangat tepat adalah tidak adanya penerangan listrik di rumah itu (pihak Jerman memutus arus listrik karena situasi perang). Secara ototmatis, penghuni rumah harus menggunakan api sebagai penerangan yang mana kenyataan ini sangat mendukung suasana sebuah film horor.

6. SUASANA (3,25/5)

Sebagian besar latar tempat berada di dalam rumah dengan seluruh tirai ditutup dan penerangan mereka hanyalah cahaya lilin dan petromaks. Di luar rumah, kabut mengurangi jarak pandang manusia, sementara rumah itu sendiri merupakan country house yang terpencil di daerah Jersey. Singkat kata, semua aspek dalam film ini sangat mendukung suasana film yang kelam. Ditambah lagi dengan tingkah mencurigakan tiga pelayan baru di rumah tersebut. Meski demikian, bukan berarti suasana dalam film ini sempurna. The Others adalah film horor tapi aspek yang menakutkan itu sendiri sangat lemah. Tidak ada hal yang benar-benar membuat saya takut selain suara-suara mengejutkan yang tidak banyak digunakan. Itu adalah hal yang bagus, tidak terlalu mengandalkan jump scare, tapi aspek horor lainnya juga tidak maksimal. Bahkan jika aspek jump scare itu dihilangkan total, film ini sama sekali tidak menakutkan bagi saya. The Others cenderung lebih menekankan sisi drama misterinya dibanding horor itu sendiri.

7. AMANAT (2/5)

Satu amanat yang bisa saya temukan di sini, yaitu bahwa orang tua harus mengajarkan agama pada anak-anaknya sedari kecil. Setidaknya, itulah yang dilakukan Grace pada Nicholas dan Anne. Tapi selain itu, saya tidak menemukan apa-apa. Jadi, aspek ini juga menjadi poin lemah yang dimiliki The Others.

KESIMPULAN:

Sebagai drama misteri, The Others adalah film yang bagus. Tapi, tidak demikian bila kita lihat dari sisi "horor"-nya. Hampir semua sisi horor yang ditunjukkan film ini berasal dari suara. Tidak ada visual yang menakutkan atau teror yang serius. Akan tetapi, ini cukup masuk akal juga bila kita melihat kenyataan yang terlahir dari twist akhir film. Manusia memang tidak mungkin menakut-nakuti dan menteror hantu layaknya hantu menteror manusia. Jadi, wajar bila kita mendapat horor yang lemah di film ini.

TOTAL NILAI:
3,46/5