Tenang... menghanyutkan...
1. IDE CERITA (3,75/5)
Ide ceritanya cukup sederhana, yaitu bagaimana kondisi psikis manusia dalam menghadapi bencana atau kematian. Dalam film ini, bencana tersebut digambarkan dengan munculnya planet bernama Melancholia yang bercahaya biru. Planet tersebut semakin mendekati Bumi dan pada akhirnya berbenturan dengannya. Di sini, kita dapat merasakan bagaimana individu demi individu bereaksi terhadap kedatangan Melancholia. Inilah yang ditekankan oleh Lars von Trier sebagai sutradara. Melancholia itu sendiri bukan objek yang disorot. Kita tidak akan melihat bagaimana reaksi pemerintah akan kedatangan planet ini. Kita juga tidak akan menyaksikan para astronot dengan seragam dan segala primary life-support system. Di sini, fokus hanya pada Justine dan Claire, serta John yang tidak terlalu ditekankan sebenarnya, tapi ditampakkan bagaimana reaksinya terhadap Melancholia.
2. PLOT (3,5/5)
Ada dua bagian dalam film ini, yaitu bagian pertama yang fokus pada pesta pernikahan Justine dan bagian kedua yang fokus pada pergerakan Melancholia itu sendiri. Bagian pertama adalah bagian yang, menurut saya pribadi, adalah bagian yang paling membingungkan. Bagian ini hanya menceritakan bagaimana jalannya pesta pernikahan Justine. Anda tidak akan mendapatkan banyak informasi seputar Melancholia dan Melancholia itu sendiri tidak memberi pengaruh yang signifikan, kecuali hanya sedikit mempengaruhi Justine. Bagian kedua adalah bagian yang Anda nantikan, dimana Melancholia mulai menghiasi langit malam bersama dengan rembulan. Bagian ini mulai menekankan bagaimana Justine dan Claire menghadapi kedatangan planet tersebut sampai pada akhirnya Melancholia menghantam Bumi. Meski klimaksnya terasa datar, tapi bagian ini adalah bagian yang benar-benar menarik perhatian Anda. Secara pribadi, pada bagian pertama saya seperti orang asing yang tiba-tiba diundang ke pesta pernikahan seseorang yang tidak saya kenal. Selama satu jam saya merasa bahwa saya tidak seharusnya berada di pesta tersebut. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan saya. Saya bosan dan ikut merasa malu sendiri tatkala mengetahui bahwa Justine tidak sepenuh hati menjalani pesta tersebut. Suasana memang terbangun, tapi tidak dapat membuat saya bersimpati dengan Justine. Saya tetap merasa asing di tengah-tengah mereka selama satu jam pertama.
3. AKTING (4,5/5)
Kirsten Dunst membawa pulang penghargaan sebagai "Best Actress" dalam penutupan festival film Cennes. Aktingnya di sini benar-benar memukau dan terasa natural. Coba perhatikan di bagian awal, dimana Justine seolah tertekan dengan pernikahannya yang sebenarnya tak diinginkannya. Perhatikan bagaimana reaksi Justine terhadap kedatangan Melancholia yang sudah jelas akan menghancurkan Bumi. Semua kondisi tersebut dibawakannya dengan sangat meyakinkan dan alami sekali. Bahkan, saat Justine berbaring menyaksikan Melancholia di suatu malam. Ia benar-benar berhasil menggambarkan kepasrahan terhadap takdir. Rautnya tenang tapi tetap menyiratkan rasa khawatir. Sorot matanya tajam menatap Melancholia sebagai takdir terakhir bagi hidupnya.
4. EFEK AUDIO (4/5)
Musik-musik pengiring dalam film ini sesuai untuk menggambarkan suasana kelam, khususnya pada bagian prolog, dimana beberapa adegan ditampilkan dalam slow motion, dan pada bagian kedua dimana Melancholia menjadi fokus. Tidak ada musik yang terkesan bombastis atau dahsyat ala film bergenre sci-fi lainnya. Musiknya sederhana, tapi menghanyutkan.
5. EFEK VISUAL (4/5)
Sekali lagi, efek visual yang digunakan dalam film ini bukanlah efek yang bombastis. Film ini menggunakan efek visual yang sederhana, tapi justru terasa pas diterapkan di sini. Lihatlah perbedaan penampakan Melancholia saat siang dan malam hari. Lihatlah bagaimana pencahayaan ketika planet biru tersebut terbit di malam hari. Lihatlah suasana langit saat Melancholia semakin merapat ke Bumi. Tidak ada efek yang berlebihan di film ini, tapi semuanya terasa pas dan berhasil mengantarkan maksud yang diinginkan sang sutradara.
6. SUASANA (4,75/5)
Lars von Trier berhasil membangun suasana depresif di dalam film ini. Sejak awal suasana tersebut telah terbangun. Sejak awal dimana adegan diperlihatkan dalam slow motion, kita segera tahu bahwa film ini sarat dengan situasi depresi para tokoh di dalamnya. Salah satu tokoh yang paling ketakutan dan putus asa adalah Claire. Dia sangat panik akan kehadiran Melancholia sampai-sampai mengalami sesak nafas. Justine juga sebenarnya tampak depresi dalam menjalani pesta pernikahan dengan pria yang sebenarnya tidak dicintainya. Namun, rasa depresinya tidak begitu offensive terhadap orang lain. Ia lebih memilih untuk menghindar dan menenangkan diri. Alur yang lambat juga semakin menguatkan suasana depresif dalam film ini. Karena alur mengalun santai, pengembangan karakter bisa ditekankan. Sehingga, suasana yang dimaksudkan oleh sang sutradara bisa sepenuhnya sampai ke penonton.
7. AMANAT (2/5)
Saya hanya menangkap satu amanat positif dalam film ini, yaitu bahwa kita harus tenang dalam menghadapi musibah apapun. Kepanikan tidak akan mengubah situasi. Tenang dan pasrah akan apa yang terjadi merupakan jalan yang lebih baik. Claire diperlihatkan panik di akhir film. Ia berniat pergi ke desa untuk bertemu dengan orang lain. Namun, akhirnya ia gagal karena berbagai alasan. Claire yang putus asa dan menangis hanya bisa kembali ke rumahnya dengan Justine yang memandangnya tenang. Namun, ada juga hal yang tidak patut dicontoh, yaitu Justine yang tidak mencintai suaminya dan malah berhubungan seks dengan pria lain DI MALAM ITU.
2. PLOT (3,5/5)
Ada dua bagian dalam film ini, yaitu bagian pertama yang fokus pada pesta pernikahan Justine dan bagian kedua yang fokus pada pergerakan Melancholia itu sendiri. Bagian pertama adalah bagian yang, menurut saya pribadi, adalah bagian yang paling membingungkan. Bagian ini hanya menceritakan bagaimana jalannya pesta pernikahan Justine. Anda tidak akan mendapatkan banyak informasi seputar Melancholia dan Melancholia itu sendiri tidak memberi pengaruh yang signifikan, kecuali hanya sedikit mempengaruhi Justine. Bagian kedua adalah bagian yang Anda nantikan, dimana Melancholia mulai menghiasi langit malam bersama dengan rembulan. Bagian ini mulai menekankan bagaimana Justine dan Claire menghadapi kedatangan planet tersebut sampai pada akhirnya Melancholia menghantam Bumi. Meski klimaksnya terasa datar, tapi bagian ini adalah bagian yang benar-benar menarik perhatian Anda. Secara pribadi, pada bagian pertama saya seperti orang asing yang tiba-tiba diundang ke pesta pernikahan seseorang yang tidak saya kenal. Selama satu jam saya merasa bahwa saya tidak seharusnya berada di pesta tersebut. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan saya. Saya bosan dan ikut merasa malu sendiri tatkala mengetahui bahwa Justine tidak sepenuh hati menjalani pesta tersebut. Suasana memang terbangun, tapi tidak dapat membuat saya bersimpati dengan Justine. Saya tetap merasa asing di tengah-tengah mereka selama satu jam pertama.
3. AKTING (4,5/5)
Kirsten Dunst membawa pulang penghargaan sebagai "Best Actress" dalam penutupan festival film Cennes. Aktingnya di sini benar-benar memukau dan terasa natural. Coba perhatikan di bagian awal, dimana Justine seolah tertekan dengan pernikahannya yang sebenarnya tak diinginkannya. Perhatikan bagaimana reaksi Justine terhadap kedatangan Melancholia yang sudah jelas akan menghancurkan Bumi. Semua kondisi tersebut dibawakannya dengan sangat meyakinkan dan alami sekali. Bahkan, saat Justine berbaring menyaksikan Melancholia di suatu malam. Ia benar-benar berhasil menggambarkan kepasrahan terhadap takdir. Rautnya tenang tapi tetap menyiratkan rasa khawatir. Sorot matanya tajam menatap Melancholia sebagai takdir terakhir bagi hidupnya.
4. EFEK AUDIO (4/5)
Musik-musik pengiring dalam film ini sesuai untuk menggambarkan suasana kelam, khususnya pada bagian prolog, dimana beberapa adegan ditampilkan dalam slow motion, dan pada bagian kedua dimana Melancholia menjadi fokus. Tidak ada musik yang terkesan bombastis atau dahsyat ala film bergenre sci-fi lainnya. Musiknya sederhana, tapi menghanyutkan.
5. EFEK VISUAL (4/5)
Sekali lagi, efek visual yang digunakan dalam film ini bukanlah efek yang bombastis. Film ini menggunakan efek visual yang sederhana, tapi justru terasa pas diterapkan di sini. Lihatlah perbedaan penampakan Melancholia saat siang dan malam hari. Lihatlah bagaimana pencahayaan ketika planet biru tersebut terbit di malam hari. Lihatlah suasana langit saat Melancholia semakin merapat ke Bumi. Tidak ada efek yang berlebihan di film ini, tapi semuanya terasa pas dan berhasil mengantarkan maksud yang diinginkan sang sutradara.
6. SUASANA (4,75/5)
Lars von Trier berhasil membangun suasana depresif di dalam film ini. Sejak awal suasana tersebut telah terbangun. Sejak awal dimana adegan diperlihatkan dalam slow motion, kita segera tahu bahwa film ini sarat dengan situasi depresi para tokoh di dalamnya. Salah satu tokoh yang paling ketakutan dan putus asa adalah Claire. Dia sangat panik akan kehadiran Melancholia sampai-sampai mengalami sesak nafas. Justine juga sebenarnya tampak depresi dalam menjalani pesta pernikahan dengan pria yang sebenarnya tidak dicintainya. Namun, rasa depresinya tidak begitu offensive terhadap orang lain. Ia lebih memilih untuk menghindar dan menenangkan diri. Alur yang lambat juga semakin menguatkan suasana depresif dalam film ini. Karena alur mengalun santai, pengembangan karakter bisa ditekankan. Sehingga, suasana yang dimaksudkan oleh sang sutradara bisa sepenuhnya sampai ke penonton.
7. AMANAT (2/5)
Saya hanya menangkap satu amanat positif dalam film ini, yaitu bahwa kita harus tenang dalam menghadapi musibah apapun. Kepanikan tidak akan mengubah situasi. Tenang dan pasrah akan apa yang terjadi merupakan jalan yang lebih baik. Claire diperlihatkan panik di akhir film. Ia berniat pergi ke desa untuk bertemu dengan orang lain. Namun, akhirnya ia gagal karena berbagai alasan. Claire yang putus asa dan menangis hanya bisa kembali ke rumahnya dengan Justine yang memandangnya tenang. Namun, ada juga hal yang tidak patut dicontoh, yaitu Justine yang tidak mencintai suaminya dan malah berhubungan seks dengan pria lain DI MALAM ITU.
KESIMPULAN:
Sebuah karya yang luar biasa. Banyak sekali metafora yang terpampang di sepanjang film ini. Menurut saya pribadi, film ini lebih pantas disebut sebagai seni dibanding sebagai film itu sendiri. Segalanya diciptakan begitu indah dan mengalun lembut seperti simfoni yang indah. Film ini berhasil menghanyutkan saya melalui segala aspek seperti akting dan suasana. Hanya saja, saya masih kurang nyaman dengan bagian pertama film ini. Bagian pertama tersebut memiliki "daya bunuh" yang sangat besar untuk membosankan para penontonnya.
TOTAL NILAI:
3,78/5