Film eksperimental...
Knight of Cups adalah experimental film dimana teknik penyajiannya sangat berbeda dan menentang kausalitas. Bagi Anda yang belum pernah menonton film-film Avant Garde seperti ini, Anda mungkin akan terkejut dengan segala sesuatu yang ditampilkan dalam film ini. Bahkan, bukan tidak mungkin Anda harus menonton dua sampai tiga kali untuk bisa mengerti pesan yang disampaikan. Seperti film-film sejenis, Knight of Cups cukup abstrak dan dipenuhi oleh monolog. Film ini menekankan suasana yang dibangun oleh audio, visual, dan sinematografi yang unik. Dari menit ke menit, penonton hanya diajak untuk mengikuti perenungan tentang kehidupan yang dibagi dalam delapan bagian. Semua perenungan itu terpusat pada tokoh utama (Christian Bale sebagai Rick) dan menggunakan teknik yang hampir sama. Bagi orang awam, mereka hanya akan menangkap Rick yang selalu diam seolah merenung, berpikir, melangkah kesana-kemari, berpindah dari tempat satu ke tempat lain, bercumbu dengan wanita, dan selalu diam. Inilah yang saya alami. Saya kurang mengerti film dengan teknik seperti ini. Akan tetapi, saya tidak merasa bosan karena perenungan yang disampaikan dalam film ini adalah mengenai gelapnya dunia yang penuh kepalsuan dan bisa membuat manusia tersesat dalam buaian keterasingan dan hilang diri. Saya suka tema tersebut, walaupun tetap kurang bisa menikmati film dengan genre seperti ini.
2. PLOT (1,5/5)
Seperti film eksperimental yang lain, Knight of Cups tentu memiliki aspek yang berbeda dari film-film standar. Satu yang sangat kentara adalah plot. Film ini hanya menceritakan seorang screenwriter (Bale) yang sukses dalam karir, tapi merasa hidupnya hampa karena permasalahan keluarga dan sebagainya. Ia memutuskan untuk mencari kesenangan semu di Hollywood sampai ia tenggelam di dalamnya dan akhirnya menyadari apa yang harus ia lakukan untuk menemukan dirinya yang "hilang" dan terasing. Hanya itu dan Terrence Malick (sutradara) menjabarkannya sepanjang 118 menit, menyajikannya dalam bentuk perenungan dan silent protagonist. Perlu diketahui, sebelum proses pembuatan film ini dilakukan, Christian Bale sama sekali tidak mendapat skrip untuk dialognya. Bahkan, Mallick menggunakan teknik torpedoing dimana satu pemeran diterjunkan ke lokasi syuting dan para pemain lain tidak tahu apa yang dia - aktor yang diterjunkan itu - lakukan. Sehingga, mereka "dipaksa" untuk melakukan improvisasi. Bagi sebagian orang, film ini akan sangat membosankan karena tidak adanya klimaks yang biasanya menjadi hal yang ditunggu. Ceritanya datar dan repetitif dimana Bale diperlihatkan selalu diam walau lawan mainnya terus bicara. Sedikit aneh juga bila kita membayangkan hal tersebut di dunia nyata. Namun, di sinilah seninya bagi yang mengerti. Saya, seorang penikmat amatir, tetap kurang bisa menangkap arti dari silent protagonist Bale. Terlalu tidak masuk akal dan terasa dipaksakan.
3. AKTING (3/5)
Film ini memboyong nama-nama tenar untuk memeriahkannya, mulai dari Cate Blanchett, Natalie Portman, sampai Antonio Banderas tampil di sini. Masing-masing dari mereka menunjukkan kemampuan akting yang mumpuni. Akan tetapi, karena durasi kemunculan mereka yang cukup singkat, mereka menjadi sosok yang mudah dilupakan. Mereka mudah tenggelam oleh dominasi Christian Bale yang menjadi pusat film. Sementara untuk Bale sendiri yang sunyi, ia harus selalu memainkan mimiknya di segala situasi. Saya melihat, ekspresinya bagus di beberapa adegan. Namun, terasa membingungkan di adegan lain, terlebih saat lawan bicaranya berakting dengan penuh emosi dan dialog yang panjang. Ia tetap tenang menatap sambil mengernyitkan dahi atau tersenyum tergantung situasi. Bahkan, di beberapa adegan ekspresinya sangat tanggung dan tidak sesuai dengan adegan yang berlangsung.
4. EFEK AUDIO (3,75/5)
Meskipun Bale hampir tidak pernah berdialog dalam film ini (kecuali narasi) bukan berarti film ini sunyi. Selalu ada musik pengiring sepanjang film. Narasi yang dibawakan oleh pemeran yang berbeda juga sedikit memperjelas cerita. Suara-suara dalam narasi cenderung berbisik dan sama sekali mencerminkan suasana film. Bahkan, kita tetap dapat merasakan kehampaan walau visual atau adegan yang ditampakkan berhubungan dengan kenikmatan dunia.
5. EFEK VISUAL (4,5/5)
Malick menggunakan beberapa landscape sebagai suatu simbol yang dipadukan dengan musik dan sosok Rick dalam merenungi kehidupannya. Pemilihan lokasi sudah tepat dalam menggambarkan kemewahan dan kemegahan kehidupan golongan elite. Menurut saya, visual yang dihadirkan sudah memenuhi kebutuhan film untuk menceritakan kehidupan Rick yang penuh kehampaan. Kita bisa merasakan kekosongan walaupun Rick berada di tengah-tengah pesta. Kita tetap bisa merasakan kesendirian walau Rick melangkah di dalam sebuah diskotik atau berbaring di antara wanita-wanita. Beberapa kali film ini menampilkan laut atau setidaknya, sesuatu yang berhubungan dengan air. Saya merasa ini juga memiliki makna yang serius. Mungkin kebebasan, mungkin sesuatu yang bisa menghanyutkan bila manusia tidak berhati-hati di dalamnya. Beberapa pemandangan indah berhasil dihadirkan di dalam film tanpa mengubah suasana yang sudah terbangun kuat.
6. SUASANA (3,75/5)
Pertama kali saya menontonnya, saya merasa Knight of Cups bukan film untuk semua orang. Penceritaan yang menggunakan narasi di sepanjang film dan dihadirkannya karakter sunyi. Suasana perenungannya begitu kuat. Kita bisa merasakan bahwa dunia ini, seindah apapun itu, seramai apapun itu, bila kita merasa terasing di antaranya, semua itu tidak ada gunanya. Meski demikian, bukan berarti suasana yang demikian menjadikan film ini bagus. Menurut saya tidak. Masalahnya, perenungan itu dihadirkan dari awal sampai akhir film. Sehingga, kita tidak seperti sedang menonton sebuah film. Tidak ada klimaks. Tidak ada peningkatan tensi. Bagi sebagian penonton, film ini berpotensi membosankan. Hal itu diperkuat dengan diterapkannya simbol-simbol yang tidak selalu bisa segera dimengerti oleh penonton.
7. AMANAT (4/5)
Dunia ini memang luas. Dunia ini memang memiliki kecantikan tersendiri yang bisa memperdaya manusia. Dunia ini memiliki apa yang kita mau dan apa yang memanjakan kita. Kau ingin lari dari kehidupanmu? Masukilah sisi lain dunia yang menawarimu berbagai warna nan manja. Tapi, apakah itu yang sesungguhnya kau butuhkan? Apa arti hidupmu bagimu? Saat mereka yang mencintaimu hidup dan mati mulai melepaskanmu untuk berjalan di hamparan dunia baru, kau mau berjalan kemana? Kau bisa saja berjalan di bebatuan terjal. Kau bisa berenang menyusuri biru laut yang berdebur. Kau juga bisa berbelok ke sebuah tempat yang hening dengan warna hijau yang meneduhkan batinmu. Kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan: menjadi manusia atau dewa. Pertanyaannya, apakah jalan yang kau pilih akan menuntunmu ke bahtera yang bisa melindungimu dari terpaan kepalsuan, atau justru membawamu ke padang tandus dimana kau berdiri sendiri di sana dan tak ada yang bisa menemukanmu? Tentukan pilihan untuk hidupmu sedari awal dan pikirkan tentang arah hidupmu. Tapi jika kau terlanjur salah arah, kau masih bisa melakukan satu hal terbaik yang selalu hadir setiap saat: memulai dari awal. Tapi kali ini, pilihlah jalan yang lebih bijaksana.
7. AMANAT (4/5)
Dunia ini memang luas. Dunia ini memang memiliki kecantikan tersendiri yang bisa memperdaya manusia. Dunia ini memiliki apa yang kita mau dan apa yang memanjakan kita. Kau ingin lari dari kehidupanmu? Masukilah sisi lain dunia yang menawarimu berbagai warna nan manja. Tapi, apakah itu yang sesungguhnya kau butuhkan? Apa arti hidupmu bagimu? Saat mereka yang mencintaimu hidup dan mati mulai melepaskanmu untuk berjalan di hamparan dunia baru, kau mau berjalan kemana? Kau bisa saja berjalan di bebatuan terjal. Kau bisa berenang menyusuri biru laut yang berdebur. Kau juga bisa berbelok ke sebuah tempat yang hening dengan warna hijau yang meneduhkan batinmu. Kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan: menjadi manusia atau dewa. Pertanyaannya, apakah jalan yang kau pilih akan menuntunmu ke bahtera yang bisa melindungimu dari terpaan kepalsuan, atau justru membawamu ke padang tandus dimana kau berdiri sendiri di sana dan tak ada yang bisa menemukanmu? Tentukan pilihan untuk hidupmu sedari awal dan pikirkan tentang arah hidupmu. Tapi jika kau terlanjur salah arah, kau masih bisa melakukan satu hal terbaik yang selalu hadir setiap saat: memulai dari awal. Tapi kali ini, pilihlah jalan yang lebih bijaksana.
KESIMPULAN:
Knight of Cups bukan film untuk semua orang. Bahkan saya sebagai salah satu pecinta film juga kurang bisa menikmati genre yang seperti ini. Bagi saya, film ini terlalu absurd. Sehingga, butuh pemahaman dan pemikiran lebih untuk bisa mencerna arti dari semua pesan yang tersembunyi di balik simbol-simbol nan eksotis.
TOTAL NILAI:
3,35/5