THE FOURTH KIND (2009)



Cukup menakutkan sebenarnya...




1 IDE CERITA (1,5/5)

Film ini terinspirasi dari peristiwa nyata yang terjadi di Nome, Alaska pada tahun 2000 silam, dimana beberapa penduduk setempat menghilang secara misterius dan otomatis terjadi penurunan populasi di sana. Film diawali dengan prolog dari Milla Jovovich yang menerangkan bahwa ia akan berperan sebagai Dr. Abigail Tyler dan film ini merupakan dramatisasi dari kejadian nyata di Nome. Untuk mendapatkan pencitraan yang lebih baik, sutradara (Olatunde Osunsanmi) memasukkan arsip berupa video dan audio rekaman pribadi asli milik Dr. Abigail itu sendiri yang merupakan psikolog di Nome. Milla juga mengatakan bahwa pada akhirnya, penonton sendiri yang memutuskan untuk percaya atau tidak dengan seluruh peristiwa yang ditampilkan selama film ini. Singkat kata, film ini menginformasikan pada kita (berdasar arsip video dan audio yang disertakan) bahwa kasus aneh yang terjadi di Nome berkaitan erat dengan keberadaan alien. Dr. Abigail itu sendiri menggunakan teknik hipnosis untuk memunculkan kembali ingatan beberapa orang yang mengalami gangguan tidur tanpa alasan yang jelas dan mereka melihat burung hantu di jendela, terdiam menatap dalam kegelapan malam. Will, suami Dr. Abigail menduga bahwa kasus ini berhubungan dengan hilangnya orang-orang di Nome. Bagi saya, ide ceritanya sangat menarik apalagi dengan arsip "nyata" yang disertakan. Sepanjang film ini, arsip rekaman video dan audio benar-benar merata dan selalu mendampingi "dramatisasi"-nya. Bahkan di bagian kredit juga disertakan rekaman-rekaman dari mereka yang mengaku telah melihat penampakan UFO. Akan tetapi, saya sungguh sangat kecewa tatkala mengetahui bahwa semua yang ada di film ini murni fiksi. Tidak ada Dr. Abigail dalam dunia nyata. Rekaman video dan audio yang katanya asli ternyata juga fiksi. Lihat gambar di atas? Itu adalah Dr. Abigail Tyler yang diwawancarai oleh sutradara film ini mengenai kisahnya dan rekaman-rekaman pribadinya. Namun ternyata, dia adalah seorang aktris kebangsaan Inggris yang bernama Charlotte Milchard. Peristiwa hilangnya orang-orang di Nome memang benar terjadi, tapi tidak pernah ada psikolog yang bernama Dr. Abigail yang pernah bekerja di sana dan tidak pernah ada arsip-arsip video dan audio seperti yang ditampilkan dalam film (orang-orang kesurupan dan melayang, penampakan benda melayang di langit, dan pembunuhan dalam sebuah keluarga). Semuanya fiktif dan penuh kebohongan. Ini pembohongan publik di atas peristiwa Nome. Bagi saya, tidak seharusnya Osunsanmi menciptakan film yang bisa menjadi fitnah bagi warga Nome. Film ini sangat berbahaya karena dibuat semeyakinkan mungkin dengan arsip-arsip yang dipoles sedemikian detilnya hingga terasa nyata. Teknik pembelahan layar yang digunakan juga sangat meyakinkan. Rekaman audio yang menampilkan suara entitas tak dikenal juga begitu nyata. Jantung saya berdebar setelah menyaksikan drama ini sepanjang 98 menit, tapi segera terkulai penuh kecewa setelah membaca informasi bahwa film ini murni HOAX.

2. PLOT (3/5)

Tapi bagaimanapun, sekarang Anda dan saya telah mengetahui fakta film ini. Maka dari itu, saya akan membahas dari aspek perfilman itu sendiri. Sekali lagi saya tekankan, ini fiksi. Murni fiksi. Plot dalam film ini sebenarnya standar. Diawali dengan "perkenalan" tokoh Dr. Abigail, perkenalan kasus misterius, Dr. Abigail meminta bantuan seorang pakar, munculnya seseorang yang tidak percaya dengan kata-katanya, dan pada akhirnya ia memutuskan untuk dihipnotis agar bisa bertemu langsung dengan "mereka" penyebab semua peristiwa itu. Bagian awal film cukup menarik dengan proses hipnosis terhadap Dr. Abigail yang menceritakan proses terbunuhnya Will, suaminya. Bagian akhir film ini juga menarik, dimana sesuatu menyurupi Abigail dan mengangkat tubuhnya ke atas, disertai dengan suara-suara berbahasa Sumeria yang terpotong-potong. Klimaks cukup terasa dan ketegangan berhasil ditumpahkan dari awal film.

3. AKTING (3,5/5)

Milla Jovovich melakukan tugasnya dengan baik, walau secara pribadi saya merasa bahwa dia tidak cocok untuk memerankan seorang psikolog. Bagaimanapun, sorot mata Milla terlalu tajam untuk berperan sebagai profesi yang demikian. Charlotte Milchart juga sangat luar biasa dalam berperan sebagai Dr. Abigail yang asli, dimana kondisinya kurus dan mentalnya yang masih terguncang karena kematian suaminya dan hilangnya anak perempuannya pada malam itu. Make up dan efek kamera benar-benar menjadikannya seolah korban asli yang terpuruk dan ingin meyakinkan kita bahwa semua yang dikatakannya memang sungguh terjadi. Selain mereka berdua, Will Patton yang berperan sebagai Sheriff August yang skeptis juga sangat cocok.

4. EFEK AUDIO (3,5/5)

Audio yang mengiringi film ini terbilang bagus. Audio arsip juga sangat meyakinkan. Suara entitas yang terekam begitu menakutkan dan membuat saya tidak berani membayangkan bagaimana wujud pemilik suara tersebut. Musik latar juga sesuai menggambarkan suasana yang penuh tanya dan mencekam. Atli Orvarsson yang meng-handle bagian musik terkesan mendalami arah dari film ini.


5. EFEK VISUAL (4/5)

Untuk mendapatkan kesan nyata, film ini menggunakan cuplikan-ciplikan rekaman video dan suara. Rekaman video yang ditampilkan memiliki pewarnaan yang kurang untuk membedakannya dengan versi dramatisasi. Teknik pembelahan layar juga sering diterapkan sebagai perbandingan antara versi rekaman dengan versi dramatisasi. Sering juga dilakukan untuk memperkuat adegan, dimana versi dramatisasi menggambarkan suatu adegan dan versi rekaman menjelaskannya. Efek distorsi video juga digunakan untuk meyakinkan penonton bahwa ada sesuatu yang mendekat saat rekaman itu diambil. Permainan teknis visual ini menurut saya sangat unik dan sukses memberi kesan nyata pada film ini.

6. SUASANA (3,75/5)

Film ini sangat mencekam bila semua arsip yang disertakan itu adalah asli dan memiliki daya bunuh yang tajam untuk membuat saya gemetar beberapa saat setelah menontonnya. Namun, apa boleh buat setelah mengetahui kenyataan bahwa semua yang ditampilkan dalam The Fourth Kind adalah hoax. Banyak dari mereka yang menontonnya segera mengutuk seolah film ini tidak termaafkan. Tapi bagi saya, bila kita membuang sisi "nyata" yang ditekankan bahkan dari trailer dan awal film, kita akan tetap mendapatkan sensasi horor yang tinggi. Horor dalam film ini sangat unik dan sama sekali tidak mengandalkan graphic violance atau jump scare. Bahkan, penggunakan burung hantu sebagai salah satu penyebab gangguan tidur orang-orang Nome juga sangat menyeramkan. Silakan lihat dan rasakan kembali bagaimana sosok burung hantu tersebut. Suara-suara makhluk yang terekam juga menambah pekat suasana seram di pertengahan dan akhir film.

7. AMANAT (1/5)

Memang, film The Fourth Kind itu sendiri merupakan hoax yang telah berhasil menipu banyak orang di berbagai belahan dunia dan ini bukan hal yang patut dicontoh, apalagi film ini jelas-jelas berpijak pada peristiwa di Nome, Alaska tahun 2000. Tentunya, keluarga yang kehilangan akan semakin resah dan ada laporan juga bahwa masyarakat Nome menerima banyak telepon dan pertanyaan terkait dengan alien abduction dan detail hilangnya orang-orang di sana setelah film ini masuk ke pasar. Tidakkah hal ini sangat mengganggu?


KESIMPULAN: 

Sebenarnya saya bingung saat berencana untuk mengkritik film ini. Di satu sisi, film ini lumayan bagus dengan tampilan yang unik dan suasana yang mencekam. Namun, di sisi lain saya juga merasa malu sendiri setelah mengetahui bahwa semua itu hanya fiksi belaka. Bahkan saya merasa, nilai 1 pada aspek amanat masih terlalu tinggi. Aspek tersebut harusnya minus. Tapi saya tetap berupaya untuk mengkritik sesuai kaidah yang sudah berjalan dan sebisa mungkin mengerucut pada aspek perfilman itu sendiri, bukan pada aspek di luarnya. Bila Anda mau membuka pikiran dan merelakan fakta bahwa film ini hanya hiburan semata, saya yakin film ini tetap punya nilai.

TOTAL NILAI:
 2,89/5