VICTOR FRANKENSTEIN (2015)



Seru, tapi tidak berkesan...




1. IDE CERITA (2,25/5)

Ide cerita dalam film ini jelas berdasarkan novel Frankenstein karya Mary Shelley yang pertama kali terbit pada tahun 1818. Novel tersebut menceritakan tentang ide gila seorang ilmuwan jenius untuk menciptakan makhluk hidup. Setelah makhluk (monster) tersebut terlahir, ia menghadapi kenyataan paling pahit dalam kehidupannya, dimana ia harus hidup terasing dan kesepian karena wujudnya yang mengerikan. Film ini menggunakan ide dasar dari novel Frankenstein dengan sudut pandang Igor sebagai rekan atau anak buah Victor. Film ini fokus ke proses dan perjuangan Victor dalam mewujudkan kreasinya dimana ia harus bertarung dengan segala rintangan yang menghadang. Jika Anda mengharapkan kisah monster ciptaan Victor yang merana dalam menjalani kehidupannya, Anda tidak akan menemukannya di sini. Film ini lebih mengarah ke sosok Victor dengan perangainya yang sedikit menyimpang dan dengan gigih melalui apapun yang menghadangnya untuk merealisasikan ide gilanya. Lalu, konsep monster ciptaan yang menyerang balik penciptanya setelah ia hidup merupakan ide yang sangat familiar bagi sebagian penonton (termasuk saya). Konsep seperti itu sudah banyak ditemui dalam cerita-cerita lain dan bahkan dalam game. Ini adalah hal yang menyebabkan nilai dalam aspek "ide cerita" menjadi rendah.

2. PLOT (3/5)

Plot dalam film Victor Frankenstein terbilang standar dan tidak ada hal yang unik dalam film ini. Meskipun demikian, menurut saya alurnya tersusun rapi dengan hook di awal-awal film dan pertempuran akhir yang cukup memuaskan. Bagian tengah dimana ketiga tokoh kunci dalam cerita ini bertemu juga disajikan dengan cukup rapi. Di sini juga diperlihatkan naik turunnya roda perjuangan Victor dalam menciptakan monsternya, termasuk saat Victor bertemu dengan ayahnya yang sangat menentangnya dalam proyek rahasia tersebut. Hanya saja, adegan-adegan awal yang disajikan dalam film ini terkesan terburu-buru. Saya melihat, adegan di sirkus tersebut adalah adegan-adegan penting yang menggambarkan bagaimana kehidupan Igor yang selalu di-bully oleh kawan-kawan sirkusnya. Itu adalah salah satu bagian penting dalam film untuk membuat penonton bersimpati terhadap Igor. Namun, saya merasa bahwa bagian tersebut terlalu cepat sehingga saya tidak sempat bersimpati atau berempati dengan tokoh Igor. Andai bagian tersebut sedikit lebih lama, mungkin kondisi psikis Igor yang menderita bisa lebih tersampaikan kepada penonton.

3. PENOKOHAN (3/5)

Film ini sudah menggambarkan kepada kita siapa tokoh baik dan siapa tokoh jahat. Tujuan para tokoh cukup jelas, seperti Victor yang berambisi dengan eksperimennya, Igor yang mengalami konflik batin, dan inspektur Turpin yang berusaha mencegah ambisi Victor. Hanya sayangnya, karakter dan tujuan hidup Lorelei kurang begitu ditekankan di sini. Seolah dia hanya sebagai pemanis film. Semua tokoh hanya diceritakan secara satu dimensi saja. Namun, mereka tetap memiliki keunikan masing-masing dengan perilaku mereka yang signifikan, walau menurut saya, perilaku Finnegan kurang wajar di sini. Film ini berhasil menggambarkan dinamika tokoh Igor yang semula bekerjasama dengan Victor, tapi pada akhirnya menyadari kesalahannya dan memutuskan untuk meninggalkan rekannya tersebut.

4. AKTING (3/5)

Secara umum, akting para aktor di film ini cukup bagus, walaupun tidak bisa dikatakan luar biasa. James McAvoy sukses membawakan perannya sebagai ilmuwan sinting yang memiliki obsesi menggebu untuk menciptakan makhluk hidup. Andrew Scott juga tampil meyakinkan menjadi inspektur berjiwa pastor yang sangat mengutamakan kesucian hidup atas nama Tuhan dan menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Victor tersebut adalah perbuatan setan yang terkutuk. Pembawaannya begitu tenang dan meyakinkan. Tetapi, saya melihat kelemahan akting dalam film Victor Frankenstein ini terletak pada Daniel Radcliffe. Daniel tidak maksimal bermain dalam film ini. Bahkan, untuk menjadi seorang ilmuwan itu sendiri menurut saya kurang cocok. Namun, ini hanyalah pandangan saya sebagai seorang kritikus, yang jelas bisa berbeda dengan pandangan Anda sebagai penonton.

5. EFEK AUDIO (4/5)

Efek audio dalam film ini sangat berhasil memberikan kesan kelam dalam perjalanan Victor dengan Igor. Setiap score seolah dirancang dengan hati-hati agar mampu menguatkan pesan dari setiap adegan. Efek audio dalam film ini berhasil membuat saya ikut merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang teman berotak gila yang mengajak bereksperimen gila. Saya juga bisa merasakan bagaimana menjadi seorang Igor yang menjalani hidup begitu kelam saat di sirkus dan saat bersama Victor. Bahkan, detik-detik hidupnya sesosok prometheus yang menjadi tujuan utama Victor. Semua adegan begitu kuatnya.

6. EFEK VISUAL (3,75/5)

Sangat bagus dan detail. Efek pencahayaannya juga sangat mendukung. Bersama dengan audio, kedua efek ini menjadi kekuatan dalam film ini untuk mendukung suasana yang suram, kelam, dan sedikit menyedihkan bila mau kita renungkan bagaimana kehidupan Victor Frankenstein dan Igor. Bahkan, penggambaran kotanya, monsternya, dan monster-monster yang diciptakan itu sendiri terasa real.

7. SUASANA (3/5)

Tak diragukan lagi, suasana dalam film ini adalah kelam. Dari seluruh aspek, dari awal sampai akhir hanya kesuraman yang saya rasakan. Efek visual, audio, dan karakter si jenius gila dan si jenius pecundang benar-benar perpaduan yang sempurna. Namun, bila dibandingkan dengan Frankenstein versi novel, suasana film ini jauh berbeda. Frankenstein versi novel memiliki suasana yang mencekam dan membuat bulu kuduk berdiri. Tapi di film ini kita hanya ditawari kehidupan Victor yang kelam dan ditentang oleh banyak pihak (walau ada juga yang mendukung). Menurut saya, ini bukan film horor. Tidak ada hal seram yang benar-benar mempengaruhi psikis saya. Bahkan dua monster ciptaan Victor pun tidak membuat saya takut. Film ini memang menawarkan ketegangan, tapi tidak menawarkan sesuatu yang membuat saya takut. Jadi, genre horor bagi saya tidak tepat untuk disematkan dalam film.

8. HIBURAN (3/5)

Film ini sangat berbeda dengan versi novelnya. Sebagai penikmat novel karya Mary Shelley tersebut, saya cukup kecewa dengan penceritaan di film ini. Film ini lebih cenderung film aksi/laga dibanding horor. Sehingga menurut saya, bagi sebagian penonton (apalagi yang sudah mengenal cerita Frankenstein) film ini kurang menghibur mereka. Namun bagi penonton awam, film ini cukup untuk memberikan suasana seru-seruan ringan.

9. AMANAT (2,5/5) 

Secara umum amanat dalam film ini sama dengan versi novel, yaitu mempertentangkan aspek moral dalam penciptaan makhluk hidup oleh manusia. Hidup dan mati ada di tangan Tuhan. Manusia tidak memiliki kuasa untuk melangkahi kodrat yang sudah ditetapkan. Jika manusia melakukan sesuatu yang melawan ketetapan Tuhan, artinya manusia sudah melangkah terlalu jauh dan tidak ada jalan kembali. Manusia harus bertanggungjawab terhadapnya dan segala mimpi buruk harus ditanggungnya sendiri. Inspektur Roderick Turpin berkata, "Waspadalah, tuan Frankenstein. Anda tengah bermain dengan Kekuatan yang sangat besar. Alam tak mengenal ampun." Namun, ada hal yang patut disayangkan. Mengapa inspektur Turpin yang jelas-jelas berada di pihak yang benar harus mati sedangkan Victor yang gila tetap hidup?


KESIMPULAN:

Konsep re-imagining Frankenstein seperti ini kurang cocok diterapkan. Film ini sama sekali tidak menceritakan bagaimana perjuangan makhluk ciptaan Victor dalam menghadapi dunia yang sama sekali baru. Padahal, itulah aspek vital dan utama dalam novel karya Mary Shelley tersebut. Walaupun dibintangi oleh James McAvoy dan Daniel Radcliffe, film Victor Frankenstein masih jauh dari nilai bagus. Konsep cerita kurang dalam. Film ini hanya cocok untuk seru-seruan ringan di kala bosan.

TOTAL NILAI:
3,05/5